Cara bangkit dari kegagalan ada macam-macam. Ketika kita sedang mengejar suatu target untuk kesuksesan, entah itu pendidikan, karir, kesehatan, dan target lainnya. Terkadang kita merasakan kemunduran dalam hidup kita. Ketika kemunduran itu terjadi dan kita mundur dari target, bagaimana sih kita belajar dari kemunduran yang kita alami tersebut?
Menurut studi yang diutarakan oleh Eskreis-Winkler dan Fishbach dari University of Chicago, belajar dari kegagalan sangat susah dijalani dibanding yang dibicarakan orang pada umumnya, karena alasan emosional, kognitif, kepribadian, dan budaya.
Apa yang Dipelajari Seseorang dari Kegagalan?
Biasanya, seseorang mengidentifikasikan kegagalan sebagai kebodohan, ketidakmampuan, tidak kompeten, tidak berharga, bahkan tidak berdaya. Hal inilah yang menjadi hambatan dan menyuapi ego kita agar menolak mendapatkan feedback dari kegagalan yang kita hadapi.
Menghadapi bangkit dari kegagalan secara personal akan berefek terhadap tujuan dari komitmen kita dan akan mengakibatkan pada efek what the hell, efek ini mengacu pada ke-lepas tangan-an seseorang terhadap tujuan yang mereka tuju setelah terjadinya kemunduran.
Contoh dari efek what the hell adalah ketika kita merasakan kesal saat mendapatkan nilai yang kurang bagus pada suatu ujian. Respon kita terhadap kemunduran itu pada akhirnya menjadi sebuah kemunduran karena kita tidak belajar sama sekali karena merasa kesal.
Lalu, tidak mencatat kegagalan itu bisa menyebabkan kepercayaan diri yang berlebihan. Menariknya hal ini bisa menyebabkan dua arah yang berbeda:
- Seseorang dengan kepercayaan diri yang berlebihan dan narsistik akan merespon kegagalan dengan negatif, akibatnya mereka kurang termotivasi untuk mencatat kegagalan mereka itu.
- Mengabaikan kesalahan yang ada bisa membawa seseorang menjadi arogan dan kepercayaan diri yang berlebihan.
Menghambat Emosi Untuk Belajar dari Kegagalan
Kemunduran dan kegagalan biasanya sering mempengaruhi ego dan harga diri seseorang. Dengan kata lain, belajar dari kegagalan itu tampaknya berbenturan dengan tujuan untuk merasa nyaman dengan diri sendiri yaitu dengan memandang diri sendiri sebagai seseorang yang baik, cerdas.
Oleh karena itu, apabila seseorang mengalami kemunduran atau kegagalan, biasanya orang akan menurunkan tujuannya bahkan melepaskan tujuan tersebut demi mempertahankan harga diri mereka.
Lalu bagaimana cara bangkit dan belajar dari kegagalan apabila hambatan kita adalah emosi?
Menyingkirkan Ego
Dengan menyingkirkan ego kita yang besar untuk belajar dari kegagalan kita akan bisa melakukan dua hal ini:
- Belajar dari orang lain. Kita bisa melihat dan belajar dari kegagalan orang lain dan menjadikan hal tersebut sebagai pedoman untuk bangkit dari kegagalan kita sendiri.
- Menjaga jarak. Kita juga bisa bangkit dari kegagalan kita dengan meminta perspektif orang lain.
Memperkuat Ego
Dengan memperkuat ego, kita juga dapat melakukan dua hal ini:
- Melihat kegagalan kita sebagai informasi yang berguna untuk orang lain
- Mengingat kemampuan, keahlian, atau komitmen tujuan seseorang, karena ketika kita lebih percaya diri dan berkomitmen, kegagalan cenderung tidak memotivasi pelepasan.
Belajar Dari Kegagalan Apabila Hambatannya adalah Kognitif, Pribadi, dan Budaya
Mengatasi hambatan kepribadian, budaya, dan kognitif ini mungkin memerlukan teknik berikut:
- Menyoroti nilai informasi kemunduran untuk mengurangi upaya mental.
- Melihat kegagalan dari sudut sosial, sebuah area di mana orang cenderung berpikir lebih logis.
- Meningkatkan sumber daya kognitif, artinya mendedikasikan lebih banyak waktu untuk belajar dari kemunduran.
- Membangun budaya lokal (misalnya, budaya organisasi) yang berfokus tidak hanya pada belajar dari keberhasilan tetapi juga kegagalan.
Begitulah cara-cara bangkit dari kegagalan dan bangkit dari kemunduran menurut para ahli. Semoga cara-cara ini bisa membantu, untuk kamu yang sedang mengalami kemunduran!
Referensi:
https://www.psychologytoday.com/intl/blog/finding-a-new-home/202301/5-science-based-techniques-to-learn-from-failure